Kesulitan Belajar adalah suatu kesulitan pada anak yang terutama
disebabkan karena gangguan neurologis sehingga mempengaruhi kemampuan
untuk menerima, memproses, menganalisis atau menyimpan informasi. Pada
anak dengan kesulitan belajar yang dimaksud, permasalahannya tidak hanya
disebabkan karena masalah pendengaran, penglihatan, kemampuan morotik,
hambatan emosi atau karena tekanan dari lingkungan tetapi juga oleh
faktor neurologis.
Dr. Maria Goretti Adiyanti, M.S. dari bagian Psikologi
Perkembangan Anak Fakultas Psikologi UGM mengatakan anak yang
berkesulitan belajar belum tentu mempunyai kecerdasan yang kurang
memadai, tetapi karena kondisi anak tersebut harus berjuang untuk dapat
mencapai prestasi seperti anak di usia mereka terutama untuk memenuhi
tuntutan sekolah.
“Oleh karena kesulitan yang dialami tersebut, anak yang
berkesulitan belajar seringkali mengalami hasil belajar rendah dibanding
dengan kemampuan intelektual yang dimilikinya,”ujar Adiyanti pada
Seminar Memahami Potensi Anak Berkesukaran Belajar Dalam Tinjauan
Neurologis dan Psikologis, Jumat (24/2) di Fakultas Psikologi UGM.
Adiyanti menjelaskan penyebab anak berkesulitan belajar terutama
dikarenakan adanya gangguan otak yang bersifat minimal (DMO), atau
akibat rusaknya jaringan otak karena suatu penyakit di otak, atau akibat
terganggunya fungsi otak karena suatu kelainan yang bersifat periodik
dalam jangka waktu yang lama, misalnya epilepsi, di samping penyebab
yang bersifat psikososial.
“Bentuk kesulitan belajar beragam seperti yang terkait dengan matematika dan bahasa,”paparnya.
Ia mencontohkan salah satu tugas perkembangan anak usia 6 – 12
tahun misalnya yaitu “mengembangakan kemampuan-kemampuan dasar dalam
membaca, menulis, dan menghitung supaya anak dapat memenuhi tuntutan
masyarakat”. Pada anak-anak yang berkesulitan dalam bahasa dan
matematika, tentunya tidak akan dapat memenuhi tugas perkembangan yang
disebutkan di atas. Jika tidak dipahami secara sempurna, kondisi ini
dapat menyebabkan guru dan orangtua menjadi cemas dan kemungkinan timbul
sikap negatif terhadap anak.
“Perlakuan yang kurang tepat pada anak akan lebih memperparah
keadaan.Jangan sampai misalnya orangtua semakin cemas karena kondisi ini
lebih lanjut dapat menyebabkan anak menjadi kurang bahagia,”kata
Adiyanti.
Sementara itu staf pengajar Fakultas Psikologi UGM bidang
Psikologi Pendidikan, Supra Wimbarti, M.Sc., Ph.D. dalam seminar
tersebut menuturkan bahwa matematika adalah salah satu (kalau bukan
satu-satunya) mata pelajaran di tingkat sekolah dasar yang paling
ditakuti oleh siswa. Matematika merupakan mata pelajaran wajib pada
jenjang pendidikan dasar sampai atas di Indonesia.
Berdasarkan data UNESCO, mutu pendidikan matematika di Indonesia
berada pada peringkat 34 dari 38 negara yang diamati. Data lain yang
menunjukkan rendahnya prestasi matematika siswa Indonesia dapat dilihat
dari hasil survei Pusat Statistik Internasional untuk Pendidikan
(National Center for Education in Statistics, 2003) terhadap 41 negara
dalam pembelajaran matematika, dimana Indonesia mendapatkan peringkat ke
39 di bawah Thailand dan Uruguay.
“ Meskipun kita akui prestasi beberapa anak bangsa Indonesia amat
gemilang di dunia internasional dalam bidang matematika 5 sampai 10
tahun terakhir ini,”tutur Supra.
Kemampuan dalam matematika, imbuh Supra, amat diperlukan oleh
manusia pada usia awal perkembangannya terutama pada saat anak duduk di
sekolah dasar. Kemampuan matematika diperlukan untuk secara kognitif
membantu siswa untuk dapat berpikir logis. Bersama dengan kemampuan
berbahasa yang diperlukan untuk memahami ilmu pengetahuan, matematika
perlu dikuasai siswa sekolah dasar untuk membantu mereka mencerna
ilmu-ilmu yang akan datang kemudian pada kelas dan/atau jenjang
pendidikan yang lebih tinggi (Humas UGM/Satria AN)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar