Minggu, 18 November 2012

Mutu Pendidikan Matematika Di Indonesia Masih Rendah? Benarkah??

Kesulitan Belajar adalah suatu kesulitan pada anak yang terutama disebabkan karena gangguan neurologis sehingga mempengaruhi kemampuan untuk menerima, memproses, menganalisis atau menyimpan informasi. Pada anak dengan kesulitan belajar yang dimaksud, permasalahannya tidak hanya disebabkan karena masalah pendengaran, penglihatan, kemampuan morotik, hambatan emosi atau karena tekanan dari lingkungan tetapi juga oleh faktor neurologis.
Dr. Maria Goretti Adiyanti, M.S. dari bagian Psikologi Perkembangan Anak Fakultas Psikologi UGM mengatakan anak yang berkesulitan belajar belum tentu mempunyai kecerdasan yang kurang memadai, tetapi karena kondisi anak tersebut harus berjuang untuk dapat mencapai prestasi seperti anak di usia mereka terutama untuk memenuhi tuntutan sekolah.
“Oleh karena kesulitan yang dialami tersebut, anak yang berkesulitan belajar seringkali mengalami hasil belajar rendah dibanding dengan kemampuan intelektual yang dimilikinya,”ujar Adiyanti pada Seminar Memahami Potensi Anak Berkesukaran Belajar Dalam Tinjauan Neurologis dan Psikologis, Jumat (24/2) di Fakultas Psikologi UGM.
Adiyanti menjelaskan penyebab anak berkesulitan belajar terutama dikarenakan adanya gangguan otak yang bersifat minimal (DMO), atau akibat rusaknya jaringan otak karena suatu penyakit di otak, atau akibat terganggunya fungsi otak karena suatu kelainan yang bersifat periodik dalam jangka waktu yang lama, misalnya epilepsi, di samping penyebab yang bersifat psikososial.
“Bentuk kesulitan belajar beragam seperti yang terkait dengan matematika dan bahasa,”paparnya.
Ia mencontohkan salah satu tugas perkembangan anak usia 6 – 12 tahun misalnya yaitu “mengembangakan kemampuan-kemampuan dasar dalam membaca, menulis, dan menghitung supaya anak dapat memenuhi tuntutan masyarakat”. Pada anak-anak yang berkesulitan dalam bahasa dan matematika, tentunya tidak akan dapat memenuhi tugas perkembangan yang disebutkan di atas. Jika tidak dipahami secara sempurna, kondisi ini dapat menyebabkan guru dan orangtua menjadi cemas dan kemungkinan timbul sikap negatif terhadap anak.
“Perlakuan yang kurang tepat pada anak akan lebih memperparah keadaan.Jangan sampai misalnya orangtua semakin cemas karena kondisi ini lebih lanjut dapat menyebabkan anak menjadi kurang bahagia,”kata Adiyanti.
Sementara itu staf pengajar Fakultas Psikologi UGM bidang Psikologi Pendidikan, Supra Wimbarti, M.Sc., Ph.D. dalam seminar tersebut menuturkan bahwa matematika adalah salah satu (kalau bukan satu-satunya) mata pelajaran di tingkat sekolah dasar yang paling ditakuti oleh siswa. Matematika merupakan mata pelajaran wajib pada jenjang pendidikan dasar sampai atas di Indonesia.
Berdasarkan data UNESCO, mutu pendidikan matematika di Indonesia berada pada peringkat 34 dari 38 negara yang diamati. Data lain yang menunjukkan rendahnya prestasi matematika siswa Indonesia dapat dilihat dari hasil survei Pusat Statistik Internasional untuk Pendidikan (National Center for Education in Statistics, 2003) terhadap 41 negara dalam pembelajaran matematika, dimana Indonesia mendapatkan peringkat ke 39 di bawah Thailand dan Uruguay.
“ Meskipun kita akui prestasi beberapa anak bangsa Indonesia amat gemilang di dunia internasional dalam bidang matematika 5 sampai 10 tahun terakhir ini,”tutur Supra.
Kemampuan dalam matematika, imbuh Supra, amat diperlukan oleh manusia pada usia awal perkembangannya terutama pada saat anak duduk di sekolah dasar. Kemampuan matematika diperlukan untuk secara kognitif membantu siswa untuk dapat berpikir logis. Bersama dengan kemampuan berbahasa yang diperlukan untuk memahami ilmu pengetahuan, matematika perlu dikuasai siswa sekolah dasar untuk membantu mereka mencerna ilmu-ilmu yang akan datang kemudian pada kelas dan/atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi (Humas UGM/Satria AN)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar